Batam, Berantastipikor.co.id – Bea Cukai Batam berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 795.500 ekor benih lobster di Perairan Pulau Panjang, Kepulauan Riau pada Rabu (21/8). Baby lobster tersebut hendak dibawa keluar perairan Indonesia secara ilegal.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Rizal, menjelaskan bahwa pada 20 Agustus 2024, petugas menerima informasi mengenai sebuah high speed craft (HSC) yang diduga akan melakukan penyelundupan benih lobster ke luar perairan Indonesia. Tim kemudian memantau kapal tersebut.
“Berdasarkan informasi masyarakat, kami berkoordinasi dengan PSDKP dan Bea Cukai Tanjung Balai Karimun. Saat kapal penyelundup bergerak, kami mengerahkan armada untuk mengejarnya. Sekitar pukul 21.00, pengejaran dilakukan hingga kapal masuk ke karang dan hutan bakau. Pelaku melompat ke laut dan kapal menuju hutan bakau. Kami mengejar di Pulau Panjang, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, tetapi tidak menemukan hasil. Kapal dan barang bukti kami bawa ke pangkalan,” jelas Rizal.
Tim kemudian mengamankan HSC tersebut. Setelah pemeriksaan, ditemukan 80 box berisi 795.500 ekor benih lobster, terdiri dari 783.200 benih lobster pasir dan 12.300 benih lobster mutiara, dengan total potensi kerugian sekitar Rp90 miliar.
Benih lobster langsung dilepasliarkan di perairan Jembatan 6 Barelang oleh Dirjen PSDKP KKP RI, Pung Nugroho Saksono, Kepala Kanwilsus Bea dan Cukai Kepri, Priyono Tri Atmojo, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Rizal, Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepulauan Riau, drh. Herwintarti, M.M., serta Kasi Pidsus Kejari Batam, Tohom Hasiholan.
Selain pelepasliaran, 10 box benih lobster akan diberikan kepada Balai Perikanan Budidaya Laut Batam untuk uji coba budidaya. Penindakan ini merupakan hasil sinergi antara Bea Cukai Batam, PSO Batam, Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau, dan PSDKP dengan kapal BC11001 dan BC10029.
Atas penindakan ini, penyelundupan benih lobster dapat dikenakan Pasal 102A Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp5.000.000.000, serta Pasal 88 jo Pasal 16 ayat 1 dan/atau Pasal 92 jo Pasal 26 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perikanan dan/atau Pasal 87 jo Pasal 34 UU RI Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp3.000.000.000.
(Siska)