Berantastipikor.co.id
Pontianak, Kalimantan Barat – Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Monitor Aparatur untuk Negara dan Golongan (MAUNG), Hadysa Prana, mengutuk keras insiden penganiayaan yang dialami Rahmat, Pemimpin Redaksi (Pimred) Derap Reformasi. Peristiwa ini terjadi saat Rahmat sedang menjalankan tugas jurnalistik dan beristirahat di warung kopi Sari Wangi, Jalan Tanjung Pura, Pontianak, pada Sabtu, 16 November 2024.
Hadysa menilai aksi kekerasan tersebut sebagai serangan terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh hukum Indonesia, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kami mengutuk keras tindakan tidak beradab ini. Kami mendesak pihak Polresta Pontianak segera menangkap dan menahan semua pelaku, serta memastikan mereka dijatuhi hukuman yang setimpal sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku,” tegas Hadysa dalam pernyataan resminya, Kamis (21/11/2024).
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan Rahmat, peristiwa bermula ketika dirinya sedang menikmati secangkir kopi di warung tersebut. Secara tiba-tiba, seorang pria yang ia kenal dengan inisial D, bersama seorang temannya, menghampirinya.
“Mereka langsung mendekati saya. Salah satu dari mereka meludah ke baju saya dan mengajak berkelahi. Setelah itu, temannya memukul saya,” ungkap Rahmat saat memberikan laporan kepada pihak kepolisian.
Insiden ini disaksikan oleh beberapa orang, termasuk Sabli, sahabat Rahmat, yang menjadi saksi mata. Usai kejadian, Rahmat segera melapor ke Polresta Pontianak dan menjalani visum untuk membuktikan adanya penganiayaan.
Dugaan Motif
Rahmat menduga aksi kekerasan ini berkaitan dengan pekerjaannya sebagai jurnalis. Ia mengungkapkan bahwa D, yang diduga merupakan pejabat Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Pontianak, memiliki hubungan dengan beberapa kasus yang pernah diberitakan oleh Derap Reformasi.
“Saya yakin ini ada kaitannya dengan berita-berita yang saya buat, seperti kasus kerja sama perusahaan pelayaran, pemotongan kapal bekas, kasus angkutan laut bermuatan babi tahun 2022, hingga kapal non-dokumen yang masuk tanpa izin ke Pontianak dari Kalimantan Timur,” jelasnya.
Desakan Penegakan Hukum
Hady, selaku Ketua Umum LSM MAUNG, menilai tindakan penganiayaan ini melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana. Ia meminta pihak kepolisian bertindak cepat dan tegas untuk mengusut tuntas kasus ini.
“Penganiayaan terhadap jurnalis adalah serangan langsung terhadap demokrasi dan kebebasan pers. Kapolresta Pontianak, Kapolda Kalbar, hingga Kapolri harus turun tangan. Jangan ada perlakuan pilih kasih; hukum harus ditegakkan seadil-adilnya,” tegas Hady.
Ia juga mendesak Dewan Pers untuk memberikan perlindungan kepada Rahmat dari ancaman kekerasan lanjutan. Menurutnya, peran Dewan Pers sangat penting untuk mengawal proses hukum agar berjalan transparan dan adil.
Ajakan untuk Menghormati Kebebasan Pers
Kasus ini memicu keprihatinan luas di kalangan jurnalis dan aktivis masyarakat sipil. Hady mengingatkan semua pihak untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers.
“Kebebasan pers adalah pilar demokrasi. Tindakan kekerasan ini tidak hanya mengancam keselamatan individu, tetapi juga merusak hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat,” imbuhnya.
Langkah Korban untuk Mendapatkan Keadilan
Rahmat berharap laporan yang sudah disampaikan kepada Polresta Pontianak segera ditindaklanjuti. Ia juga telah mengirimkan surat resmi kepada Kapolresta Pontianak untuk meminta percepatan penanganan kasus ini.
“Saya ingin keadilan ditegakkan. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa jurnalis tidak boleh diintimidasi atau dikriminalisasi hanya karena menjalankan tugasnya,” tuturnya.
Harapan Publik
Kasus penganiayaan terhadap Rahmat menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan melindungi kebebasan pers. Publik berharap pelaku segera ditangkap dan diproses sesuai hukum, serta ada jaminan keamanan bagi jurnalis yang bekerja di lapangan.
Penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini akan menjadi langkah penting untuk memastikan kebebasan pers tetap terlindungi sebagai fondasi demokrasi di Indonesia.
(Redaksi)