Pembelaan PH Sebutkan Penyebab Kematian Korban Sesuai Hasil Otopsi Tim Forensik, Yodi Kristianto : Hasil Visum RS Grestelina Diabaikan

banner 728x250

 

MAROS.Berantastipikor.co.id-Muhammad Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir, dua terdakwa dalam kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw (19) — mahasiswa jurusan Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) yang tewas secara tragis dengan sejumlah luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya ketika mengikuti kegiatan Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas pada Januari 2023, mengajukan nota pembelaan (pleidoi) di depan sidang Pengadilan Negeri (PN) Maros, Selasa (23/07/2024) siang.

Dalam inti pembelaannya yang dibacakan di depan majelis hakim yang dipimpin Firdaus Zainal, SH, MH, jaksa penuntut umum (JPU) Sofianto Dhio, SH, penasehat hukum (PH) Dr. Budiman Mubar, SH, MH dan Ilham Prawira, SH, kedua terdakwa yang saat ini masih berstatus mahasiswa FT Unhas memohon jika dinyatakan terbukti bersalah agar diberikan hukuman seringan-ringannya.

“Majelis hakim yang mulia, jika dalam persidangan perkara ini kami dinyatakan terbukti bersalah, mohon kebijakannya memberikan hukuman yang seringan-ringannya. Mohon yang mulia mempertimbangkan kelanjutan kuliah dan masa depan kami. Mengingat saat ini kami sudah tingkat semester akhir yang sementara menyusun skripsi,” ucap Ibrahim dan Farhan.

Usai kedua terdakwa membacakan nota pembelaannya, giliran pengacara Dr. Budiman Mubar, SH, MH dan Ilham Prawira, SH mengajukan pleidoi tersendiri yang menilai dan berpendapat dakwaan jaksa penuntut umum tidak terbukti. Karenanya, tim penasehat hukum dari PKBH Unhas ini memohon majelis hakim untuk membebaskan kedua kliennya dari jeratan hukum.

Namun, ungkap Budiman Mubar, jika majelis hukum tidak sependapat dengan analisa dan dalil hukum yang diuraikan penasehat hukum dalam pleidoi ini, dimohonkan menjatuhkan putusan pidana yang seadil-adilnya dan meringankan hukuman kedua terdakwa mengingat mereka masih berstatus mahasiswa semester akhir yang saat ini sedang mempersiapkan penyelesaian kuliahnya demi masa depannya.

Pada kesempatan itu, penasehat hukum mengemukakan pula beberapa pandangannya atas fakta persidangan yang diharapkan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan pidananya terhadap kedua terdakwa. Seperti, pelaksanaan kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas yang dinilainya legal karena adanya izin dari pihak universitas.

Menurutnya, prosedur untuk mendapatkan izin kegiatan dari universitas, ada sejumlah persyaratan administrasi yang harus dipenuhi pihak panitia dan pengurus organisasi, antara lain proposal kegiatan, surat permohonan rekomendasi/izin dan surat pernyataan kesediaan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang ditandatangani oleh Dosen Pembina UKM Mapala 09 FT Unhas.

Kesemua persyaratan administrasi itu, tegas penasehat hukum, sudah dipenuhi panitia bersama pengurus UKM Mapala 09 FT Unhas. Termasuk surat permohonan rekomendasi dan surat pernyataan kesediaan bertanggungjawab yang tandatangan dosen pembinanya hanya discan karena bersangkutan sedang tugas belajar di luar negeri. Terhadap tandatangan scan tersebut, dosen pembina tidak pernah menyatakan keberatannya.

Selain itu, lanjutnya, dalam kegiatan diksar ini sesuai SOP organisasi UKM Mapala 09 FT Unhas tidak lagi ada tindak kekerasan maupun pemberian hukuman kepada peserta. Dan berdasarkan hasil otopsi terhadap jenazah Virendy di lokasi pekuburan oleh tim dokter forensik, disebutkan penyebab kematian korban akibat kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung karena adanya penyumbatan lemak.

Selesai membacakan pembelaan tersendirinya, pengacara Ilham Prawira, SH menyerahkan berkas pleidoinya yang cukup tebal kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum. Dan untuk menanggapi pembelaan terdakwa dan tim penasehat hukumnya, majelis hakim PN Maros memberi kesempatan kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros mengajukan replik pada sidang besok, Rabu (24/07/2024) siang pukul 14.00 Wita.

Abaikan Fakta Persidangan

Analisa dan dalil hukum yang diuraikan tim penasehat hukum kedua terdakwa mendapat tanggapan dari Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum keluarga almarhum Virendy. Dalam keterangan persnya dihadapan sejumlah wartawan, Rabu (24/07/2024) malam di Virendy Cafe Jl. Telkomas Raya No.3 Makassar, menilai beberapa poin yang dipaparkan penasehat hukum di pleidoinya terkesan mengabaikan dan menutup-nutupi fakta persidangan.

Terkait persyaratan administrasi untuk mendapatkan izin kegiatan diksar dari pihak universitas yang disebutkan penasehat hukum telah dipenuhi kedua terdakwa selaku Ketua Panitia Diksar dan Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas, menurut Yodi, fakta yang terungkap di persidangan secara tegas menunjukkan rute atau jalur kegiatan diksar tidak sesuai dengan tercantum dalam proposal kegiatan.

Pada proposal tertuang rutenya dimulai dari wilayah Kabupaten Jeneponto, Takalar dan Gowa (Malino), tetapi yang dilaksanakan adalah dari wilayah Kabupaten Maros ke Kabupaten Gowa (Malino). Sementara diketahui pada awal bulan Januari 2023 lalu, cuaca ekstrim dan bencana banjir sementara melanda wilayah Kabupaten Maros.

Kemudian mengenai tandatangan dosen pembina UKM Mapala 09 FT Unhas yang hanya discan pada lembaran surat permohonan rekomendasi/izin dan surat pernyataan kesediaan bertanggungjawab, ketika keterangan dosen pembina Farid Sitepu dalam BAP Kepolisian dibacakan di persidangan, bersangkutan secara tegas menyatakan tandatangannya telah dipalsukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Yodi mempertanyakan pula perihal pernyataan penasehat hukum yang menyebutkan sesuai SOP organisasi UKM Mapala 09 FT Unhas tidak lagi ada tindak kekerasan maupun pemberian hukuman kepada peserta, sementara dalam kegiatan itu menurut keterangan sejumlah saksi (peserta diksar lainnya) di persidangan adanya pemberian set (hukuman) yang selalu mereka terima dari panitia maupun senior Mapala (alumni FT Unhas).

“Bahkan sesuai fakta persidangan dari pengakuan saksi-saksi, terhadap diri almarhum Virendy saat bersangkutan sudah dalam kondisi drop pada Kamis (12/01/2023) malam dan sudah beristirahat di camp peserta, datang senior bernama Bombom yang mengaku disuruh oleh Ilham untuk bangunkan Virendy guna menghadap ke camp senior. Sewaktu menghadap itulah, korban masih diberikan set (hukuman) mulai pukul 01.00 dinihari sampai 04.00 subuh,” papar pengacara muda ini.

“Sesuai yang terungkap di persidangan, 1 set (hukuman) adalah 9x push-up, 9x sit-up, dan 9x kengkreng. Nah, tindakan pemberian set yang tergolong aktivitas berlebihan dan menguras tenaga kepada Virendy dalam kondisi sudah lemah, tentunya sudah merupakan tindakan penyiksaan atau penganiayaan maupun kekerasan. Apalagi hanya beberapa jam kemudian di pagi hari para peserta termasuk Virendy sudah melanjutkan aktivitasnya, sehingga kondisi korban bertambah kritis dan akhirnya tumbang serta terenggut nyawanya. Kejadian pemberian set kepada Virendy mulai pukul 01.00 dinihari sampai 04.00 subuh ini sama sekali tidak dimunculkan dan seakan ditutupi penasehat hukum dalam pleidoinya,” beber Yodi lagi.

Selanjunya, sambung pengacara berdarah suku Dayak ini, terkait penyebab kematian almarhum Virendy yang didalilkan penasehat hukum mengacu kepada hasil otopsi dokter forensik yang menerangkan penyebab kematian korban akibat adanya kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung karena adanya penyumbatan lemak, di sisi lain penasehat hukum mengabaikan fakta dan barang bukti di persidangan yakni surat hasil Visum et Repertum RS Grestelina Makassar yang menyimpulkan bahwa luka-luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuh korban adalah akibat benturan benda tumpul.

“Masih ingatkah ketika saksi ahli forensik yakni dokter Denny memberikan keterangan di persidangan dan menyebutkan kondisi ketahanan tubuh setiap orang berbeda-beda. Bahkan dia memberikan ilustrasi, adanya aktivitas berlebihan yang membuat jantung seseorang sudah tidak mampu bergerak memompa aliran darah. Jantung seakan berteriak minta ampun dan menyerah, jangan ditambahi lagi aktivitas berlebihan,” tandas Yodi yang menyebutkan pula jika saat menjawab pertanyaan majelis hakim terkait penyebab luka-luka, lebam dan memar di tubuh almarhum Virendy, dokter Denny menyatakan bahwa hal itu adalah ranahnya pihak kepolisian untuk menerangkannya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *