Bangka Belitung, Berantastipikor.co.id – Seorang wartawan dari Media Berantastipikor.co.id, Ridwan, mengalami penganiayaan oleh sejumlah anggota Ormas Pemuda Pancasila di Sekretariat mereka di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Insiden yang terjadi pada 12 Juli 2024 ini semakin memperburuk reputasi ormas tersebut yang sering terlibat dalam tindakan premanisme, dan menimbulkan keresahan di masyarakat serta desakan untuk penegakan hukum yang tegas.
Kronologi kejadian berawal ketika Ridwan menerima telepon dari Ketua Pemuda Pancasila Kabupaten Bangka Tengah, Yamowa’a Harefa, yang juga merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menjabat sebagai Kasat Pol PP. Ridwan diundang untuk bersilaturahmi di Sekretariat Pemuda Pancasila. Setibanya di lokasi, Ridwan disambut dengan tawaran minuman keras yang ia tolak. Tidak lama setelah itu, Ridwan dikeroyok oleh sejumlah anggota ormas yang berada di lokasi. Yang lebih memprihatinkan, Ketua Pemuda Pancasila, Yamowa’a Harefa, menyaksikan pengeroyokan tersebut tanpa mengambil tindakan untuk menghentikannya.
Ridwan kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis akibat luka serius, termasuk robek di bagian kepala. Istri Ridwan segera melaporkan kejadian ini ke Polres Pangkal Pinang, meminta agar pelaku diusut dan diadili sesuai hukum yang berlaku.
Hermanius Burunaung, pimpinan Media Berantastipikor.co.id, mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Pemuda Pancasila tersebut. “Kami mendesak Kapolres Pangkal Pinang untuk segera menangkap dan memproses para pelaku sesuai dengan hukum. Tindakan premanisme ini tidak hanya merugikan individu tetapi juga mencoreng citra organisasi dan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap aparat pemerintah,” ungkap Hermanius.
Banyak kasus premanisme oleh oknum Pemuda Pancasila telah menjadi viral di YouTube dan media sosial lainnya, menggambarkan pola kekerasan dan intimidasi yang sering mereka lakukan. Keberadaan video dan berita terkait aksi-aksi premanisme ini semakin memperburuk citra ormas dan meningkatkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Sorotan juga tertuju pada Kepala Pemerintah Daerah, mengingat Ketua Pemuda Pancasila, Yamowa’a Harefa, berstatus sebagai PNS yang menjabat sebagai Kasat Pol PP. Keterlibatan pejabat publik dalam kasus ini menambah kekhawatiran mengenai integritas dan profesionalisme aparat pemerintah. Diharapkan pemerintah daerah akan mengambil tindakan tegas untuk memastikan bahwa oknum yang terlibat tidak menyalahgunakan jabatannya dan memperbaiki citra pemerintah.
Kasus ini saat ini dalam penanganan Polres Pangkal Pinang. Harapan besar dari keluarga Ridwan dan masyarakat adalah agar hukum ditegakkan dengan adil dan transparan, mengingat pelaku yang terlibat termasuk pejabat publik.
Penganiayaan terhadap wartawan adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan memiliki hak untuk melaksanakan tugasnya tanpa ancaman atau kekerasan. Pasal 18 UU Pers mengatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum menghalangi atau menghambat kerja pers dapat dikenai pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Dengan adanya regulasi tersebut, diharapkan pihak berwenang dapat memberikan perlindungan maksimal kepada wartawan serta memastikan kebebasan pers yang demokratis di Indonesia.
(Redaksi)