Wartawan PWRI DPC Kota Cirebon Bantu Bebaskan Korban Perdagangan Manusia di Kamboja

banner 728x250

Cirebon, berantastipikor.co.idSeorang jurnalis sekaligus Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) DPC Kota Cirebon, Raden Kemal, berhasil mengungkap kasus perdagangan manusia yang melibatkan warga negara Indonesia di Kamboja. Keberhasilan ini tidak hanya membawa kebahagiaan bagi korban, tetapi juga menjadi bukti nyata upaya seorang jurnalis dalam membela kemanusiaan (23/7/2024).

Raden Kemal mengisahkan perkenalannya dengan seorang wanita bernama Silvia di Facebook. Silvia, yang mengaku sebagai sales marketing produk kecantikan di Medan, menarik perhatian Kemal. Namun, insting jurnalistiknya mencium kejanggalan dalam percakapan mereka. Setelah beberapa pertanyaan menjebak, terungkap bahwa identitas Silvia adalah fiktif dan terlibat dalam sebuah lingkaran penipuan yang menggunakan robot.

Kecurigaan Kemal semakin kuat ketika ia memaksa untuk berbicara langsung melalui telepon. Silvia setuju, namun meminta waktu untuk persiapan. Kemal mengecek nomor telepon Silvia dan menemukan bahwa nomor tersebut berasal dari Jawa Timur. Akhirnya, Kemal mengungkapkan identitasnya sebagai wartawan dan Ketua PWRI DPC Kota Cirebon. Silvia nampak langsung menghindar kemudian menutup teleponnya.

Beberapa saat kemudian, seseorang bernama Fahrizal menghubungi Kemal dan mengaku sebagai Silvia. Fahrizal mengungkapkan bahwa ia terpaksa melakukan penipuan tersebut karena diperintah oleh bosnya. Ia saat ini berada di Kamboja sebagai korban perdagangan manusia, bersama dengan lima orang lainnya dari Medan dan Aceh. Mereka bertugas sebagai “scamlove”, menipu pria agar mentransfer sejumlah uang, dengan target bulanan sebesar 60 juta rupiah per orang. Jika target tidak tercapai, mereka bisa disiksa sampai disetrum bahkan dijual lagi entah ke mana.

Fahrizal dan rekan-rekannya memohon bantuan Kemal sebagai wartawan untuk membantu mempercepat proses pelaporan mereka ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) agar proses pembebasan mereka dipercepat. Mereka pernah melapor tapi sejauh ini belum ada perkembangan. Mereka mengirimkan data seperti KTP dan titik lokasi di Phnom Penh, Kamboja, termasuk lokasi alamat gedung dan lantai tempat mereka disekap:
Nama Perusahaan: Golden Wealth V Casino
Alamat: Lek Muoy, Preah Sihanouk, Kamboja
Gedung 10, Lantai 8 No. 801, Lantai 2 No. 226

Kemal segera menghubungi Ketua PWRI DPD Jabar, Dr. H. Hermawan, SH, MH, karena PWRI memiliki pos bantuan hukum (posbakum). H. Hermawan menyatakan siap membantu mereka. Kemal juga meminta salah satu dari mereka menghubunginya lewat nomor HP yang katanya disadap oleh bos mereka. Kemal menjelaskan bahwa PWRI akan menindaklanjuti kasus ini kepada Kementerian Luar Negeri dan KBRI di Kamboja, serta berencana memviralkan kasus ini di Indonesia untuk menarik perhatian publik. Hal ini dilakukan agar para mafia perdagangan manusia itu mendengar, karena menurut cerita mereka masih orang Indonesia yang bekerja untuk orang China.

Hanya berselang dua hari setelah itu, Kemal menerima panggilan video dari para korban yang tampak bahagia. Lima remaja lelaki dan satu wanita berada dalam sebuah bus mengarah ke bandara di Kamboja dengan raut wajah bahagia. Mereka berterima kasih kepada Kemal karena mereka semua diizinkan pulang oleh bosnya. Mereka kini dalam perjalanan pulang ke Indonesia. Berikut adalah para korban menurut KTP masing-masing:
1. Fahrizal, 25 tahun (Deli Serdang)
2. M. Arif, 24 tahun (Aceh Tamiang)
3. Nadia Syafira, 18 tahun (Aceh Tamiang)
4. M. Riski Syahputra, 25 tahun (Kota Binjai)
5. Erlangga Swardana, 24 tahun (Aceh Tengah)
6. Mohamad Rio Wardhana, 23 tahun (Deli Serdang)

Namun, dari foto yang dikirim, masih banyak warga Indonesia dari berbagai daerah yang masih disekap di sana.

Dalam satu percakapan via video call dalam perjalanan menuju bandara di Kamboja, Arif, salah satu korban, mengatakan bahwa sebelumnya sempat terjadi komunikasi antara Silvia (Fahrizal) dengan bos mereka. Silvia mengatakan bahwa calon korbannya adalah wartawan Indonesia yang banyak bertanya seperti sedang mencari informasi. Lalu sang bos meminta segera menghentikan komunikasi dengan Kemal. Setelah kejadian itu, mereka diizinkan pulang tanpa syarat, karena sebelumnya jika ingin pulang, keluarga mereka harus menebusnya dengan biaya 35 juta per orang.

Entah suatu kebetulan atau memang siasatnya berhasil, tetapi apa pun itu, Kemal merasa bersyukur dan bahagia atas pembebasan mereka dan melihat para anak muda tersebut dapat kembali berkumpul dengan keluarga mereka. Ia berharap pemerintah Indonesia dapat bekerja lebih baik dalam menangani kasus-kasus perdagangan manusia yang masih banyak terjadi.

Namun, ada hal yang mengherankan dalam proses pemulangan para pekerja yang terkesan seperti buru-buru. Tidak ada proses sesuai prosedur hukum yang berlaku, di mana para korban seharusnya didata terlebih dahulu di kepolisian Kamboja sekitar 14-25 hari, lalu diserahkan ke pihak imigrasi sekitar 20-30 hari, dan terakhir ke KBRI. Mereka dijemput oleh polisi Kamboja dan langsung diarahkan ke bandara. Menurut informasi, perusahaan ini sekarang sedang bersiap untuk pindah ke tempat lain karena keberadaan mereka sekarang dianggap sudah tidak aman lagi.

“Kami bersyukur atas bantuan dan kerja sama semua pihak yang terlibat dalam pembebasan kami. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih waspada dan berperan aktif dalam membantu sesama,” ujar Raden Kemal, Ketua PWRI DPC Kota Cirebon.

Kasus ini menjadi bukti bahwa peran seorang jurnalis bukan hanya melaporkan berita, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan dalam menyelamatkan nyawa dan memberikan harapan bagi korban perdagangan manusia.

Saat berita ini diturunkan, semua korban human trafficking sudah kembali berkumpul di rumah dengan keluarganya masing-masing.

(Rossa).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *