GPM Desak Kejati Tindaklanjuti Temuan Korupsi Perjalanan Dinas DPRD Pulau Taliabu

Juslan J. Hi Latif/ Ketua GPM Kota Ternate, Saat Melapor Ke Kejati Malut. ( Photo : Ist )
banner 728x250

Malut, Berantastipikor.co.id – Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Kota Ternate mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara yang baru, Herry Ahmad Pribadi, untuk segera menindaklanjuti laporan dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Pulau Taliabu. Pergantian pucuk kepemimpinan di Kejati Maluku Utara ini berdasarkan Keputusan Jaksa Agung ST Burhanuddin Nomor: 121 Tahun 2024 tanggal 21 Mei 2024.

Ketua GPM Kota Ternate, Juslan J. Hi Latif, mengungkapkan bahwa pada Senin, 23 April 2024, pihaknya telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) luar daerah senilai Rp 3,6 miliar dan dugaan penyalahgunaan tunjangan komunikasi intensif serta tunjangan reses senilai Rp 7,8 miliar pada tahun anggaran 2022. Laporan tersebut berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Maluku Utara yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor: 19.A/LHP/XIX.TER/05/2023 tanggal 15 Mei 2023.

“Kami mendesak Kejati Maluku Utara untuk segera mengambil tindakan atas laporan yang kami sampaikan. Dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas luar daerah oleh 20 anggota DPRD Pulau Taliabu pada tahun 2022 tersebut menunjukkan adanya perjalanan dinas yang tidak didukung bukti ‘at cost’ dan pembayaran yang tidak sesuai dengan surat perintah tugas, serta melebihi anggaran yang seharusnya,” ujar Juslan.

Juslan menilai bahwa temuan perjalanan dinas anggota DPRD Pulau Taliabu tahun 2022 ini sangat fantastis dan mencurigakan, mengingat jumlah sebesar Rp 3,6 miliar tersebut hingga kini belum dikembalikan ke kas daerah.

Selain itu, Juslan juga menyoroti penggunaan anggaran tunjangan komunikasi intensif dan tunjangan reses yang diduga melanggar hukum. Berdasarkan laporan realisasi anggaran (audited), realisasi belanja gaji dan tunjangan untuk DPRD sebesar Rp 7,8 miliar, termasuk pemberian tunjangan komunikasi intensif sebesar Rp 10,5 juta per bulan dan tunjangan reses sebesar Rp 6,3 juta per pelaksanaan reses. Juslan menyebut bahwa pembayaran tunjangan tersebut tidak sesuai dengan peraturan keuangan daerah yang berlaku.

GPM menekankan pentingnya Kejati Maluku Utara untuk segera memanggil dan memeriksa oknum terlapor, termasuk Ketua DPRD Pulau Taliabu, Sekretaris Dewan, dan 19 anggota DPRD lainnya. “Publik sangat menantikan langkah Kejati dalam menangani kasus korupsi ini secara transparan dan tegas,” tutup Juslan.

Dengan perubahan kepemimpinan ini, diharapkan Kejati Maluku Utara dapat lebih proaktif dalam menangani kasus-kasus korupsi dan memberikan keadilan bagi masyarakat.

( Redaksi )

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *